puncak jaya

puncak jaya
kotabaru

Sabtu, 27 Oktober 2012

Kabar Baik Tak Usah Diwartakan?


Mewartakan Kabar Baik adalah perintah Tuhan Yesus yang berlaku sepanjang abad. Perintah itu belum diubah. Maka, yang perlu dijawab adalah metodologi yang tepat sesuai konteks budaya bangsa kita. Kultur dan adat istiadat berbeda-beda. Tugas Pewarta adalah menemukan celah hingga Kabar Baik dapat diterima.

 Masing-masing pribadi mengambil sikap yang berbeda-beda terhadap Pewartaan Kabar Baik. Sebagian orang berpendapat bahwa tindakan pewartaan Kabar Baik sudah cukup dengan kegiatan-kegiatan sosial. Mendirikan rumah sakit, membangun sekolah, atau lembaga sosial lainnya. Lalu, mereka menyebut tindakan itu sebagai pewartaan Kabar Baik. Namun, sebagian lain berkata bahwa tindakan itu belum termasuk dalam tindakan mewartakan Kabar Baik. Bagi kelompok ini, Kabar Baik mutlak disampaikan secara verbal, diwujudkan dalam kata-kata.

DEFINISI
Pewartaan Kabar Baik (evangelization) adalah bagian yang sangat penting dalam kehidupan kristiani. Kata evangelization berasal dari kata evangelion. Menurut V. Becker dalam Gospel, Evangelize and Evangelist, ada beberapa kata yang menjadi bentuk dasar kata Kabar Baik dalam bahasa Yunani. Kata itu adalah, pertama, evangelion yang berarti Kabar Baik atau Injil. Kedua, kata evangelistes yang berarti pemberita Kabar Baik atau penginjil. Ketiga, evangelisdzo yang berarti memberitakan Kabar Baik, proklamasi atau khotbah.

Kata evangelion memberi penekanan tentang suatu berita yang hendak disampaikan. Kata ini berasal dari kata benda angelos yang berarti malaikat atau utusan dari Allah. Kata ini berhubungan erat dengan kata angello yang berarti membawa suatu berita atau memberitakan. Maka, menurut Edward R. Dayton and David A Fraser dalam Planning Strategies for World Evangelization, kata evangelion berarti Kabar Baik dari Allah yang hendak disampaikan kepada semua orang.

Injil adalah suatu berita untuk diakui; suatu realitas yang disaksikan oleh seorang saksi. Injil adalah berita yang dari Allah yang disampaikan dengan penuh keyakinan bahwa si pendengar atau si penerima diyakinkan, dinasihatkan dengan serius, dingatkan, dan, diyakinkan. Dalam Planning Strategies for World Evangelization, Edward R. Dayton mengatakan berita Injil disampaikan bukan hanya kepada mereka yang belum pernah mendengar Kristus tapi kepada mereka yang sudah percaya, kepada seluruh dunia.

SEIMBANG
Bagaimana Kabar Baik harus diwartakan? Inilah masalah dasar yang harus dijawab. Bila kita berbicara tentang pewartaan Kabar Baik, figur yang sangat sentral adalah Tuhan Yesus sendiri. Yesus adalah penggagas sekaligus pelaku utama. Yesus memberi Amanat Agung, dan Dia sendiri yang pertama kali mempraktikkannya. Selama pelayanan-Nya di muka bumi ini, Yesus mewartakan Kabar Baik secara verbal di rumah-rumah ibadah (Luk. 4:16). Dia pun mengajarkan firman Tuhan secara verbal. Dia menunjukkan kebobrokan dan memberi solusi. Namun, pada kesempatan lain, Dia memakai jalur sosial untuk mewartakan Kabar Baik tersebut. Di Kapernaum misalnya, Yesus menyembuhkan orang lumpuh (Mrk. 2:1-5). Setelah itu, Dia mewartakan Kabar Baik tentang pengampunan dosa. Inilah inti berita Kabar Baik. Manusia berdosa beroleh pengampunan dosa. Itu pula yang pernah diserukan Nabi Yesaya kepada bangsa Yehuda yang dalam pembuangan. Delapan Abad sebelum Masehi, Yesaya yang sering dijuluki nabi Injili menyerukan pentingnya pengampunan. Hendaklah orang jahat memperbaiki hidupnya, dan mengubah jalan pikirannya. Biarlah ia kembali kepada TUHAN, supaya mendapat belas kasihan-Nya. Hendaklah ia berpaling kepada Allah kita, sebab TUHAN mengampuni dengan murah hati. (Yes. 55:7—BIS)

Yesus adalah pelaku pewartaan Kabar Baik. Dan, bagi-Nya hal ini amatlah penting. Maka, sebelum naik ke surga Amanat Agung diberikan agar para murid dan gereja sepanjang masa selalu mengingat hal ini. Yesus berkata: Lalu Ia berkata kepada mereka: "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk (Mrk. 16:15). Ayat ini terkenal sebagai ayat Amanat Agung.

Yesus mewartakan Kabar Baik secara verbal, namun tidak mengabaikan perbuatan baik (sosial). Yesus adalah figur yang sangat tepat untuk diteladani. Dalam diri-Nya, sisi keseimbangan terlihat sangat jelas.

METODOLOGI
Dalam teologi Paulus, pewartaan Kabar Baik menjadi isu sentral. Menurut Paulus, Kabar Baik adalah berita bahwa Allah telah bertindak untuk keselamatan umat manusia melalui inkarnasi, kematian, dan, kebangkitan Yesus Kristus.

Apakah pewartaan Kabar Baik itu? D.T. Neils seorang teolog dari Sri Lanka mengatakan bahwa pewartaan Kabar Baik seperti one beggar telling onother beggar where to get food (ibarat seorang seorang pengemis yang menceritakan pengemis yang lain di mana mendapatkan makanan, red). Sementara itu, John Stott seorang pemikir kristiani yang disegani berkata bahwa pewartaan Kabar Baik adalah usaha membagikan atau mengabarkan berita Injil kepada orang lain. Apakah Kabar Baik dimaksud? Menurut Stott, Kabar Baik tersebut adalah berita tentang Yesus Kristus. Kabar Baik itu adalah Yesus telah mati untuk dosa kita dan untuk dosa isi dunia. Dia telah dibangkitkan dari kematian oleh Bapa menurut Alkitab (PL dan PB), dan, melalui kematian dan kebangkitan-Nya, Dia menawarkan pengampunan dosa dan memberikan Roh Kudus kepada semua orang yang percaya.

Pada hakikatnya, pewartaan Kabar Baik adalah partisipasi umat kristiani dalam menyampaikan Kabar Baik bahwa Yesus adalah Mesias dan Juruselamat dunia. Pewartaan Kabar adalah usaha untuk membagikan berita tentang Yesus dan mengajar agar menjadi murid sejati. Hal ini sesuai dengan Amanat Agung-Nya. Yesus mendekati mereka dan berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Mat. 28:19-20).

JAMINAN PENYERTAAN
Karena pewartaan Kabar Baik merupakan mandat Tuhan Yesus, maka Dia pun memperlengkapi. Dia tidak menyuruh tanpa bekal memadai. Ibarat seseorang yang pergi bertempur, ia harus punya selengkap senjata untuk mengalahkan musuh. Tuhan Yesus tahu hal itu. Maka, Dia memberi pewarta Kabar Baik senjata yang tak terkalahkan. Senjata itu adalah kuasa Allah sendiri. Alkitab mencatat segala kuasa di surga dan di bumi dilimpahkan kepada mereka yang mewartakan Kabar Baik. Mengapakah kuasa itu diberikan? Tentu, agar pewarta Kabar Baik mampu menembus kemustahilan. Mampu melumpuhkan tembok raksasa yang dibangun oleh keangkuhan manusia.

Tatkala mewartakan Kabar Baik dengan kekuatan manusia, dipastikan tidak membawa dampak apa pun. Mengapa? Rasio manusia makin sukar ditaklukkan. Apalagi, terlintas pemikiran tidak butuh Tuhan. Mereka yang menuhankan ilmu pengetahuan, merasa bahwa pengetahuan adalah jawaban atas segala sesuatu. Namun, fakta membuktikan tidak selamanya ilmu pengetahuan mampu menjawab persoalan, terlebih persoalan manusia yang mendasar, yakni masalah dosa. Ilmu pengetahuan gagal memberi solusi. Ilmu pengetahuan tidak mampu menyelesaikan masalah dosa. Yang dapat menjawabnya adalah Allah sendiri. Maka, penyertaan Allah mutlak diperlukan agar Kabar Baik menjadi berita yang efektif. Berita yang membawa pada keselamatan kekal.

Yogyakarta, 09 Agustus 2009


Kabar Baik Kerajaan—Apakah Itu?

Tahun lalu, di 235 negeri seputar dunia, 6.035.564 orang, tua dan muda, menggunakan 1.171.270.425 jam untuk berbicara dengan orang lain tentang hal itu. Selain secara lisan, mereka menempatkan kepada orang-orang lebih dari 700 juta bahan tercetak guna mengumumkan dan menjelaskan hal itu. Mereka juga membagikan ribuan kaset audio dan video untuk memperkenalkan hal itu. Apa yang sedang kita bicarakan ini?

YANG sedang kita bicarakan ini adalah kabar baik Kerajaan Allah. Benar, tidak pernah sebelumnya dalam sejarah manusia ”kabar baik kerajaan ini” diberitakan pada skala yang kita lihat dewasa ini.—Matius 24:14.

Semua yang melakukan pekerjaan pemberitaan dan pengajaran ini adalah para relawan. Dari sudut sekuler, mereka tampak tidak berbobot untuk melakukan tugas ini. Kalau begitu, apa yang menyebabkan mereka begitu berani dan berhasil? Kuasa kabar baik Kerajaan adalah faktor utama, karena kabar baik ini memberitakan berkat-berkat yang akan diterima umat manusia. Ini adalah berkat-berkat yang dicari semua orang—kebahagiaan, kebebasan dari kesulitan ekonomi, pemerintahan yang baik, perdamaian dan keamanan, dan satu hal lagi yang kebanyakan orang bahkan tidak berani untuk pikirkan—kehidupan abadi! Ini benar-benar kabar baik bagi orang-orang yang sedang mencari makna dan tujuan hidup ini. Ya, semua berkat ini dan lebih banyak lagi dapat menjadi milik Saudara jika Saudara menyambut dan bereaksi dengan sepatutnya terhadap pengumuman kabar baik Kerajaan ini.

Apakah Kerajaan Itu?

Namun, apa Kerajaan yang sedang diberitakan sebagai kabar baik itu? Itu adalah Kerajaan yang telah diajarkan kepada jutaan orang untuk didoakan dalam kata-kata yang kita kenal baik ini, ”Bapak kami yang di surga, biarlah namamu disucikan. Biarlah kerajaanmu datang. Biarlah kehendakmu terjadi, seperti di surga, demikian pula di atas bumi.”—Matius 6:9, 10.

Ini adalah Kerajaan yang dibicarakan oleh nabi Ibrani, Daniel, lebih dari 25 abad yang lalu sewaktu ia menulis, ”Allah yang berkuasa atas surga akan mendirikan suatu kerajaan yang tidak akan pernah binasa. Dan kerajaan itu tidak akan beralih kepada bangsa lain. Kerajaan itu akan meremukkan dan mengakhiri semua kerajaan ini, dan akan tetap berdiri sampai waktu yang tidak tertentu.”—Daniel 2:44.

Jadi, kabar baik ini adalah tentang Kerajaan, atau pemerintahan, oleh Allah yang akan menghapuskan semua kefasikan dan kemudian memerintah seluruh bumi dalam damai. Kerajaan ini akan mewujudkan maksud-tujuan Pencipta yang semula bagi manusia dan bumi ini.—Kejadian 1:28.

”Kerajaan Surga Sudah Dekat”

Hampir 2.000 tahun yang lalu, kabar baik Kerajaan pertama kali diberitakan di hadapan umum oleh seorang pria berbakti yang penampilan dan pembawaannya sangat menarik perhatian. Pria ini adalah Yohanes Pembaptis, putra seorang imam Yahudi, Zakharia dan istrinya, Elisabet. Yohanes mengenakan pakaian dari bulu unta dan ikat pinggang kulit, sama dengan pakaian yang dikenakan nabi Elia. Namun, beritanyalah yang menarik perhatian banyak orang. ”Bertobatlah,” serunya, ”karena kerajaan surga sudah dekat.”—Matius 3:1-6.

Para pendengar Yohanes adalah orang-orang Yahudi, yang mengaku beribadat kepada Allah yang benar, Yehuwa. Sebagai suatu bangsa, mereka telah menerima perjanjian Hukum melalui Musa sekitar 1.500 tahun berselang. Di Yerusalem masih berdiri bait yang megah, tempat korban-korban dipersembahkan sesuai dengan Hukum. Orang-orang Yahudi merasa yakin bahwa ibadat mereka benar di mata Allah.

Akan tetapi, setelah mendengar berita Yohanes, beberapa orang mulai menyadari bahwa agama mereka bukanlah seperti apa yang mereka pikirkan sebelumnya. Kebudayaan dan filsafat Yunani telah menyusupi ajaran agama orang Yahudi. Hukum yang diterima dari Allah melalui Musa sekarang sudah dipalsukan, bahkan dibuat tidak berlaku, oleh kepercayaan dan tradisi buatan manusia. (Matius 15:6) Disesatkan oleh para pemimpin agama mereka yang keras hati dan tidak berbelaskasihan, kebanyakan orang tidak lagi menyembah Allah dengan cara yang diperkenan. (Yakobus 1:27) Mereka harus bertobat dari dosa-dosa mereka terhadap Allah dan terhadap perjanjian Hukum.

Pada waktu itu, banyak orang Yahudi sedang mengharapkan munculnya Mesias, atau Kristus, yang dijanjikan dan ada yang berpikir tentang Yohanes, ”Apakah mungkin ia adalah Kristus?” Akan tetapi, Yohanes menyangkal bahwa ia adalah Mesias dan sebaliknya mengarahkan mereka kepada orang lain, yang tentangnya ia berkata, ”Ikatan tali kasutnya tidak layak aku lepaskan.” (Lukas 3:15, 16) Sewaktu memperkenalkan Yesus kepada murid-muridnya, ia berseru, ”Lihat, Anak Domba Allah yang menyingkirkan dosa dunia!”—Yohanes 1:29.

Hal itu benar-benar merupakan kabar baik, karena Yohanes, sebenarnya, sedang menunjukkan kepada semua orang jalan kepada kehidupan dan kebahagiaan—Yesus, pribadi yang ”menyingkirkan dosa dunia”. Sebagai keturunan Adam dan Hawa, semua manusia lahir dalam tirani dosa dan kematian. Roma 5:19 menjelaskan, ”Sebagaimana melalui ketidaktaatan satu pria [Adam], banyak orang menjadi orang berdosa, demikian pula melalui ketaatan satu orang [Yesus], banyak orang akan dibawa kepada keadaan adil-benar.” Yesus, bagaikan Anak Domba yang dikorbankan, akan ”menyingkirkan dosa” dan menghasilkan perubahan bagi keadaan manusia yang menyedihkan. ”Upah yang dibayarkan oleh dosa adalah kematian,” Alkitab menjelaskan, ”tetapi karunia yang Allah berikan adalah kehidupan abadi melalui Kristus Yesus, Tuan kita.”—Roma 6:23.

Sebagai manusia sempurna—bahkan, tokoh terbesar sepanjang masa—Yesus melakukan pemberitaan kabar baik. Kisah Alkitab di Markus 1:14, 15 memberi tahu kita, ”Setelah Yohanes ditangkap, Yesus pergi ke Galilea, memberitakan kabar baik Allah dan mengatakan, ’Waktu yang ditetapkan telah digenapi, dan kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah, kamu sekalian, dan berimanlah kepada kabar baik.’”

Orang-orang yang menyambut berita Yesus dan mempraktekkan iman akan kabar baik ini sangat diberkati. Yohanes 1:12 mengatakan, ”Seberapa banyak orang yang menerimanya, kepada mereka ia memberikan hak untuk menjadi anak-anak Allah, karena mereka memperlihatkan iman akan namanya.” Karena menjadi anak-anak, atau putra, dari Allah, mereka berhak menerima imbalan berupa kehidupan abadi.—1 Yohanes 2:25.

Namun, hak istimewa untuk menerima berkat-berkat Kerajaan tidak terbatas hanya kepada orang-orang yang hidup di abad pertama. Sebagaimana yang disebutkan sebelumnya, kabar baik Kerajaan Allah sedang diberitakan dan diajarkan di semua bagian bumi yang berpenduduk dewasa ini. Jadi, berkat-berkat Kerajaan masih tersedia. Apa yang harus Saudara lakukan untuk menerima berkat-berkat demikian? Artikel berikutnya akan menjelaskan hal ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar