puncak jaya

puncak jaya
kotabaru

Sabtu, 27 Oktober 2012

Berkat-Berkat Kerajaan Dapat Menjadi Milik Saudara

RASUL Kristen, Paulus, fasih dalam beberapa bahasa yang ada pada zamannya. Ia telah mengenyam pendidikan yang setaraf dengan pendidikan universitas dewasa ini. Ia menikmati semua keuntungan dan hak sebagai warga negara Roma. (Kisah 21:37-40; 22:3, 28) Kedudukan seperti ini dapat memungkinkan dia menjadi kaya dan terkenal. Namun, ia mengatakan, ”Perkara-perkara yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, ini telah kuanggap kerugian karena Kristus . . . dan menganggap itu semua sebagai tumpukan sampah, supaya aku dapat memperoleh Kristus.” (Filipi 3:7, 8) Mengapa Paulus membuat pernyataan demikian? Pernah dikenal sebagai Saul dari Tarsus dan sebagai penindas orang-orang yang ”mengikuti Jalan Itu”, Paulus menjadi seorang percaya setelah diberi penglihatan tentang Yesus yang telah dibangkitkan dan dimuliakan. (Kisah 9:1-19) Bagi Paulus, pengalaman di jalan menuju Damaskus ini membuktikan dengan pasti bahwa Yesus-lah Mesias, atau Kristus, yang dijanjikan, pemimpin masa depan dari Kerajaan yang dijanjikan. Hal ini juga menghasilkan perubahan yang dramatis dalam haluan kehidupan Paulus, sebagaimana ditunjukkan oleh pernyataan kuatnya yang dicatat di atas. Dengan kata lain, dengan hati yang tulus dan jujur, Paulus bertobat.—Galatia 1:13-16. Dalam Alkitab, kata kerja ”bertobat” sering diterjemahkan dari kata Yunani yang secara harfiah berarti ”mengetahui setelahnya”, lawannya dari ”mengetahui sebelumnya”. Jadi, pertobatan melibatkan perubahan pikiran, sikap, atau tujuan seseorang, suatu penolakan terhadap cara-cara lama seseorang karena hal itu terbukti tidak memuaskan. (Kisah 3:19; Penyingkapan 2:5) Dalam kasus Paulus, ia tidak membiarkan peristiwa bersejarah di jalan menuju Damaskus itu tetap hanya sebuah pengalaman emosional atau bahkan spiritual. Baginya, peristiwa ini menyadarkan dia akan fakta bahwa cara hidupnya yang lama, yang penuh dengan ketidakpedulian akan Kristus, adalah sia-sia. Ia juga sadar bahwa agar mendapat manfaat dari pengetahuan yang baru didapatnya tentang Kristus, ia harus melakukan sesuatu untuk memperbaiki haluan hidupnya.—Roma 2:4; Efesus 4:24. Perubahan yang Membawa Berkat Sebelumnya, pengetahuan Paulus tentang Allah sebagian besar berasal dari sekte Farisi, yang di dalamnya ia pernah menjadi anggota. Kepercayaan mereka mengandung banyak filsafat dan tradisi manusia. Karena prasangka religius, gairah dan upaya Paulus salah arah. Meskipun ia berpikir bahwa ia melayani Allah, sebenarnya ia sedang berperang melawan Dia.—Filipi 3:5, 6. Setelah menerima pengetahuan yang saksama tentang Kristus dan perannya dalam maksud-tujuan Allah, Paulus dapat melihat bahwa ia diperhadapkan kepada pilihan: Haruskah ia tetap sebagai orang Farisi dan terus menikmati kedudukan dan penghargaan, atau haruskah ia mengubah haluan hidupnya dan mulai melakukan apa pun yang perlu untuk memperoleh perkenan Allah? Syukurlah, Paulus membuat pilihan yang benar, karena ia mengatakan, ”Aku tidak malu akan kabar baik; sebenarnya, itu adalah kuasa Allah bagi keselamatan setiap orang yang mempunyai iman, pertama-tama orang Yahudi dan juga orang Yunani.” (Roma 1:16) Paulus menjadi seorang pemberita yang bergairah, yang memberitakan kabar baik tentang Kristus dan Kerajaannya. Bertahun-tahun kemudian, Paulus memberi tahu rekan-rekan Kristennya, ”Aku belum menganggap diriku telah menangkapnya; tetapi ada satu hal: Dengan melupakan perkara-perkara yang ada di belakangku dan merentangkan diri kepada perkara-perkara yang ada di muka, aku terus berlari mengejar tujuan, yaitu hadiah berupa panggilan ke atas dari Allah, melalui Kristus Yesus.” (Filipi 3:13, 14) Paulus mendapat manfaat dari kabar baik karena ia dengan rela meninggalkan hal-hal yang telah menjauhkannya dari Allah dan dengan sepenuh hati dia mengejar tujuan yang selaras dengan maksud-tujuan Allah. Apa yang Akan Saudara Lakukan? Mungkin Saudara baru saja mendengar tentang kabar baik Kerajaan. Apakah harapan untuk hidup selama-lamanya di sebuah firdaus yang sempurna menarik bagi Saudara? Seharusnya demikian, karena kita semua memiliki hasrat alami untuk hidup dan menikmati kehidupan dalam kedamaian dan keamanan. Alkitab mengatakan bahwa Allah telah menaruh ”waktu yang tidak tertentu” dalam hati kita. (Pengkhotbah 3:11) Jadi, wajarlah bagi kita untuk berharap tentang saat manakala orang-orang dapat hidup selama-lamanya dalam perdamaian dan kebahagiaan. Dan, harapan itulah yang ditawarkan kabar baik Kerajaan. Akan tetapi, untuk membuat harapan itu menjadi kenyataan, Saudara perlu menyelidiki dan menemukan tentang apa sebenarnya kabar baik ini. Rasul Paulus menasihatkan, ’Simpulkanlah kehendak Allah yang baik dan diperkenan dan sempurna.’ (Roma 12:2) Jadi, seperti Paulus, setelah memperoleh pengetahuan dan pemahaman, Saudara harus membuat pilihan. Di pihak lain, Saudara mungkin telah memiliki kepercayaan tertentu tentang masa depan Saudara. Ingatlah bahwa Saul juga telah memiliki gagasan sendiri tentang kehendak Allah sebelum ia menjadi rasul Paulus. Namun, sebaliknya daripada mengharapkan penyingkapan mukjizat dari Allah, mengapa tidak melihat masalahnya secara objektif? Tanyalah diri Saudara, ’Apakah saya benar-benar tahu kehendak Allah terhadap umat manusia dan bumi ini? Bukti apa yang dapat saya berikan untuk mendukung kepercayaan saya? Dapatkah bukti saya bertahan di bawah ujian dari sudut pandang Firman Allah, Alkitab?’ Tidak ada ruginya memeriksa kepercayaan religius Saudara dengan cara ini. Bahkan, Saudara hendaknya ingin melakukannya karena Alkitab mendesak kita, ”Hendaklah kamu memastikan segala sesuatu; berpeganglah erat pada apa yang baik.” (1 Tesalonika 5:21) Lagi pula, bukankah yang penting adalah perkenan Allah?—Yohanes 17:3; 1 Timotius 2:3, 4. Para pemimpin agama mungkin menjanjikan masa depan yang kekal kepada kita. Namun, kalau janji itu tidak didasarkan atas ajaran Alkitab, hal itu tidak akan membantu kita untuk memperoleh berkat-berkat dari Kerajaan Allah. Dalam Khotbah di Gunung yang terkenal, Yesus dengan tegas memperingatkan, ”Bukan setiap orang yang mengatakan kepadaku, ’Tuan, Tuan’, akan masuk ke dalam kerajaan surga, melainkan orang yang melakukan kehendak Bapakku yang di surga.”—Matius 7:21. Perhatikanlah, Yesus menekankan bahwa melakukan kehendak Bapaknya adalah syarat untuk menerima berkat-berkat dari Kerajaan Allah. Dengan kata lain, apa yang tampaknya sebagai kesalehan tidaklah selalu diperkenan oleh Allah. Sesungguhnya, Yesus meneruskan dengan mengatakan, ”Banyak yang akan mengatakan kepadaku pada hari itu, ’Tuan, Tuan, bukankah kami bernubuat dengan namamu, dan mengusir hantu-hantu dengan namamu, dan melakukan banyak perbuatan penuh kuasa dengan namamu?’ Meskipun demikian, pada waktu itu aku akan mengaku kepada mereka: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari hadapanku, hai, orang-orang yang melanggar hukum.” (Matius 7:22, 23) Jelaslah, yang penting adalah bahwa kita memastikan agar kita memahami dengan saksama apa sebenarnya kabar baik Kerajaan itu dan kemudian bertindak selaras dengannya.—Matius 7:24, 25. Bantuan Tersedia Selama lebih dari 100 tahun, Saksi-Saksi Yehuwa telah memberitakan kabar baik Kerajaan Allah ini. Melalui bahan tercetak maupun secara lisan, mereka membantu orang-orang di seputar dunia untuk memperoleh pengetahuan yang saksama tentang apa Kerajaan Allah itu, apa berkat-berkat yang akan dihasilkannya, dan apa yang seseorang harus lakukan untuk memperoleh berkat demikian. Kami mengajak Saudara untuk menyambut berita yang sedang diumumkan oleh Saksi-Saksi Yehuwa ini. Dengan menerima dan bertindak selaras dengan kabar baik, Saudara dapat menerima berkat-berkat besar tidak hanya sekarang tetapi juga di masa depan sewaktu Kerajaan Allah memerintah di seluruh bumi.—1 Timotius 4:8. Bertindaklah sekarang, karena berkat-berkat Kerajaan Allah sudah dekat! [Gambar di hlm. 7] Melalui bahan tercetak maupun secara lisan, Saksi-Saksi Yehuwa memberitakan kabar baik Kerajaan Allah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar