puncak jaya

puncak jaya
kotabaru

Jumat, 08 April 2011

~Ding ding~by Lucky Dube

Slave Lucky Dube

Lucky Dube dilahirkan di Ermelo, Transvaal, Mpumalanga, Afrika selatan, pada 3 Agustus, 1964. Orang tuanya berpisah sebelum ia lahir dan dibesarkan oleh ibunya, Sarah, yang menamakan LUCKY, karena dia dianggap kelahiran beruntung setelah sejumlah gagal kehamilan. Bersama dengan dua saudara kandung Thandi, dan Patrick, Dube menghabiskan waktu kecilnya dengan neneknya, sementara ibunya bekerja.

Sebagai seorang anak laki-laki, Due merasa bertanggung jawab dan dia bekerja sebagai tukang kebun tetapi, dia tidak mendapatkan penghasilan cukup untuk makan keluarganya, ia mulai bersekolah. Ia bergabung dengan paduan suara, dan dengan beberapa teman, yang pertama membentuk musik ansambel, yang disebut “Band jalanan” . Sedangkan dia sekolah dan belajar di gerakan “the Rastafari” .

Pada usia 18 bergabung Dube cousin's band, The Love Brothers, bermain musik pop Zulu dikenal sebagai mbaqanga, dan itu gaya hidupnya jadi kurang jelas dan ahirnya ia bekerja di Hole Cooke dan sebagai penjaga keamanan di dalam tempat pelelangan mobil Midrand. Dari sinilah ia memulai sebuah kumpulan Band dan akhirnya ia menandatangani Rekaman di Perusahaan, di bawah pimpinan Richard Silum. Dube Walaupun masih di sekolah, bandnya berhasil merekam selama liburan sekolah mereka. Album yang dihasilkan telah dirilis di bawah nama Lucky Dube dan Supersoul. Album kedua dirilis segera setelah itu, dan hingga kematiannya Lucky Dube menulis beberapa lirik selain menyanyi.

Pada rilis album yang kelima Mbaqanga, kurang disenangi di Publik. Dari saat itulah Dube mulai tertarik dan terinspirasi dari Jimmy Cliff dan Peter Tosh, ia merasakan pesan sosial politik yang masuk dalam Jamaican reggae yang relevan di Afrika Selatan yang kearah rasis. Akhirnnya Dia memutuskan untuk mencoba genre musik yang baru dan pada tahun 1984, yang dirilis mini album Rastas Never Die. Namun kali ini Album ini kurang laris di banding Mbaqanga, Namun ia tetap berjuang. dari ia dilarang mengeluarkan album karena menyangkut aktivis anti-apartheid, apartheid rezim. Namun, ia tidak kecewa dan tidak takut menyanyikan lagu reggae sambil menulis lirik-lirik lagunya dan menghasilkan sebuah album kedua reggae. Think About The Children (1985) . Dan album Itu mencapai album terlaris dan Dube dinyatakan sebagai artis reggae terpopuler di Afrika Selatan, di samping itu menarik perhatian di luar Negeri.
Mulai kritis dan sukses
Dube terus rilis album komersial sukses. Pada tahun 1989 ia memenangkan empat OKTV Penghargaan untuk Prisoner, memenangkan Live Captured lain untuk tahun berikutnya dan dua lain untuk House Of Exile tahun setelah. Tahun 1993 albumnya terjual lebih dari satu juta kopi di seluruh dunia. Pada tahun 1995 dia melakukan kontrak rekaman.Pada tahun 1996 ia merilis sebuah album kompilasi, Serious Reggae , yang menyebabkan orang yang dinamakan " Africa Best Reggae Artist" di Dunia Musik Awards dan "International Artist Of The Year" di Ghana Music Awards. Tiga album masing-masing memenangkan Penghargaan Musik Afrika Selatan. album yang terakhir, Respect diliris di Eropa, Warner Music. Kemudian Due melakukan tur internasional, berbagai kota dengan artis seperti Sinéad O'Connor, Peter Gabriel dan Sting. Dia muncul pada 1991 Reggae Sunsplash (tahun yang unik, diundang kembali di panggung selama 25 menit) dan 2005 Live 8 acara di Johannesburg.
Selain Penyanyi ia juga seorang actor. Salahtunya adalah di film fitur Voice In The Dark,
Kematian
Pada 18 Oktober, 2007, Lucky Dube telah di bunuh di Johannesburg, pada saat Dube pulang mengemudi menggunakan mobil Chrysler 300C yang kemudia dikagetkan oleh Laporan dari polisi yang menyatakan dia ditembak mati oleh carjackers. Lima orang tetapkan sebagai tersangka sehubungan dengan kematian misterius Dube . Tiga orang ditangkap dan dipenjara pada 31 Maret 2009, dua di antaranya melarikan diri dan kemudian tertangkap.

Kamis, 07 April 2011

FOTTO KAMBUNG






















WEST PAPUA PEOPLES





Posisi NKRI sedang Terpojok dengan  Menaikan Gugata Pepera 1969 di Mahkama Internasional Oleh beberapa Negara, atas kerja keras ILWP,... sehingga Pemerintah NKRI tidak akan tinggal diam, segala upaya sedang di lakukan, salah satunya adalah agenda " Mengajak seluruh LMA buatan Pemerintah, ke Amerika dalam awal bulan April atau Mei 2011... dengan beberapa agenda uatama yakni:
  1. Upaya Mengagalkan Perjuangan Pembebasan Rakyat Papua, dengan mewakili rakyat Papua, LMA akan menyatakan kami bagian dari NKRI dan NKRI Harga Mati !!!, ini adalah cara-cara NKRI mengkampanyekan dan menghambat isu Papua di dunia Internasional.
  2. Dalam Rangka Negoisasi ulang Kontrak Karya PT Freeport Indonesia, dengan di tanda tanda tangani langsung oleh seluruh LMA tersebut.
Diharapkan kepada seluruh anak-anak negeri, agar bersatu untuk mencegat rencana keberangkaan seluruh LMA se Papua dan Papua Barat ini ke Amerika !!!  Proses manipulasi Sejarah saat Pepera 1969 itu sedang di lakukan oleh bangsa biadab ini untuk mengagalkan Perjuangan Kemerdekaan Rakyat Papua Barat.
Setiap Anggota LMA bentukan/Buatan Pemerintah akan terkutuk jika menyetujui Keberangkata mereke ke Amerika. Terkutuk selamanya dengan 7 Keturunan Mereka!!!!...
Di Himbaukan agar menjaga dan memperhatikan setiap gerak-gerik mereka (LMA) di setiap Kabupaten, karena mereka adalah Sekelompok Penghianat yang di perkerjakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Boneka di Papua dan Papua Barat.
                  Satukan Barisan, satukan suara maju Merebut Kedaulatan yang telah ri rampas oleh                               NKRI !!!
                              Salam Pembebasan !!!


Suatu analisa masalah West Papua jika dapat diselesaikan di Bawah
Mandat SEKJEN PBB

( Artikel ini penulis persembahkan untuk hanya menambah referensi
dalam diskusi )

Jika masalah West Papua merupakan salah satu prioritas kebijakan
pemerintah RI, maka upaya yang dilakukan Kabinet pemerintahan RI
tersebut adalah upaya memulihkan kepercayaan masyarakat international
terhadap tekad dan kemampuan pemerintah Indonesia untuk mengatasi krisis
ekonomi dan sosial politik yang melanda NKRI. Kesungguhan Pemerintah RI
untuk mengupayakan suatu penyelesaian masalah West Papua secara tuntas
dinilai akan membantu pemulihan kepercayaan international tersebut. Arus
tuntutan dan perjuangan ditanah air juga harus ditingkatkan, sehingga
arus ditanah air ini juga dirasakan telah menciptakan baik peluang dan
tantangan baru bagi upaya penanganan dan penyelesaian masalah West
Papua.

Kebijakan pemerintah RI akan diambil karena dilatar belakangi kenyataan
bahwa integrasi West Papua dengan Indonesia tidak diakui oleh masyarakat
International. Sejak Indonesia menerima bergabungnya West Papua melalui
hasil penentuan nasib sendiri yang dilaksanan pada tahun 1969, Indonesia
menganggap West Papua merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari NKRI
dan masalah West Papua sudah tuntas. Dalam pengertian RI, hal ini
berarti bahwa rakyat West Papua sudah melaksanakan Dekolonisasi dan
Penentuan nasib sendirinya sesuai resolusi PBB.

Meskipun Pemerintah RI menganggap integrasi West Papua bersifat "final"
namun di fora internasional masalah West Papua masih tercantum
dalam agenda PBB, sehingga upaya diplomasi Indonesia selama 40 an tahun
terakhir ini sangat dibebani dengan upaya untuk menghapuskan
"Masalah West Papua" sebagai salah satu mata acara dalam agenda PBB.

Yang perlu diingat bahwa kelompok- kelompok anti harus giat
membangun kampanye diluar negeri untuk mencari dukungan international.
Jika kelompok anti ini berhasil memperoleh dukungan sejumlah Negara
yang mempunyai level sistemik, dan Negara-negara ini terus menerus
membawa persoalan West Papua ini ke skala pertemuan-pertemuan PBB, maka
hubungan international mulai terganggu akibat masalah West Papua.
Hubungan international merupakan satu gambaran persatuan yang kuat yang
mengigat seluruh Negara dalam satu wadah. Relasi ini mempunyai ikatan
kuat bagi setiap individual pemimpin dari berbagai manca Negara,
beberapa bentuk ikatan ini sebagai bentuk politik international.
Politik international merupakan hubungan terarah dalam perpotikankan
dimana politik satu Negara tidak mungkin sama dengan yang lain. Dari
sisi inilah lahir hubungan diplomatic yang bertujuan untuk kemajuan dan
menjalin hubungan yang akur. Seluruh dunia mengenal PBB ( United Nations
organization ) badan ini merupakan kelompok penengah untuk seluruh
Negara.

Jika ada periode misalnya periode 2000- 2014 dalam Majelis Umum dan
Dewan Keamanan PBB masalah West Papua merupakan masalah dekolonisasi
yang menjadi sumber pertikaian antara Indonesia dan Negara pendukung
West Papua. Indonesia mempunyai pendirian bahwa rakyat West Papua telah
melaksanakan hak penentuan nasib sendiri dengan memilih bergabung dengan
NKRI sesuai dengan resolusi PBB. Sebaliknya menurut Negara pendukung
West Papua, hak penentuan nasib sendiri yang dilaksanakan pada tahun
1969 tidak adil karena dibawah ancaman, kejahatan NKRI sebagian rakyat
West Papua dipaksa bergabung dengan NKRI dan pelaksanaan penentuan nasib
sendiri yang dilaksanakan pada tahun 1969 itu tidak berdasarkan pada
norma-norma international. Negara pendukung West Papua menuntut perlu
adanya referendum atau plebisit ulang yang adil bagi West Papua
sesuai dengan resolusi-resolusi dan standart-standartPBB.
Meskipun secara formal masalah West Papua masih tercantum sebagai salah
satu mata acara dalam agenda SMU PBB, namun secara substantif masalah
West Papua bisa saja tidak lagi dibicarakan dalam SMU-PBB karena setiap
tahun pembahasan mata acara tersebut selalu ditunda pada tahun
berikutnya. Kemungkinan akan muncul prakarsa Sekjen PBB pada tahun
tertentu, maka masalah ini lalu dibicarakan dalam forum Dialog
Segitiga. Dialog Segitiga ini tidak didasarkan atas resolusi PBB
manapun, namun semata-mata atas dasar wewenang umum (general mandate)
Sekjen PBB.

Dibawah naungan Sekjen PBB itu sebenarnya tercapai beberapa kesepakatan
mengenai suatu paket penyelesaian yaitu: dimana PBB membentuk suatu tim
yang terdiri dari beberapa anggota PBB untuk meninjau situasi
sebenarnya dan sekaligus pelaksanaan Pemilu di West Papua untuk
kemudian dilaporkan kepada SMU-PBB. Kunjungan suatu delegasi parlemen
Negara pendukung West Papua, bersamaan waktu dengan delegasi PBB untuk
melihat situasi di West Papua dan melaporkan hasil pantauannya kepada
parlemen Negara pendukung maupun kepada SMU-PBB.

Berakhirnya perang dingin pada akhir dekade 1980-an yang ditandai dengan
perubahan mendasar pada tatanan hubungan internasional telah membuat isu
West Papua berkembang menjadi masalah HAM, demokratisasi dan
masalah-masalah lain yang tidak langsung terkait dengan dekolonisasi.
Oleh karena itu, sekalipun perbincangan mengenai dekolonisasi masalah
West Papua pada badan internasional tersebut cenderung menyusut,
sebaliknya perbincangan mengenai isu pelanggaran hak-hak asasi manusia
di West Papua semakin mencuat. Hal ini secara tidak langsung
menguntungkan Negara pendukung West Papua , karena dengan demikian
dapat terus menghidupkan masalah West Papua di fora internasional.

Dalam kaitan ini dapat dikemukakan bahwa sejumlah insiden di West Papua
telah berakibat mencuatnya kembali masalah West Papua menjadi fokus
masyarakat internasional. Insiden tersebut dan berbagai aspek
perkembangan selanjutnya telah memberikan semangat baru kepada
lawan-lawan Indonesia untuk mempersoalkan kembali apa yang mereka yakini
sebagai akar persoalannya, yaitu, hak menentukan nasib sendiri bagi
rakyat West Papua yang belum dilaksanakan.

Peran pimpinan pemerintahan di Indonesia memberikan nuansa penting dalam
upaya penyelesaian masalah West Papua. Pemerintah Indonesia dibawah
Presidennya akan mengajukan gagasan untuk menerapkan suatu "status
khusus dengan otonomi luas" (special status with wide-ranging autonomy")
di West Papua sebagai suatu formula penyelesaian akhir, menyeluruh dan
adil terhadap masalah West Papua. Kebijakan Pemerintah ini selanjutnya
dikenal sebagai OPSI KESATU.

Otonomi khusus dan luas merupakan perubahan posisi Pemerintah RI yang
sangat penting. Usulan untuk memberikan otonomi yang luas kepada West
Papua, usulan tersebut diajukan kepada Dialog Segitiga sebagai
bentuk penyelesaian akhir masalah West Papua. Langkah yang diambil ini
mencerminkan adanya keinginan yang tulus dan kuat dari Pemerintah RI
untuk menyelesaikan masalah West Papua dengan mengambil jalan tengah
(middle ground) dan mengakomodasikan pihak-pihak yang selama ini
menentang integrasi.
Sebagai tindak lanjut kebijakan untuk menerapkan status khusus
dengan otonomi luas bagi West Papua, Menteri Luar Negeri RI
mengadukan pertemuan dengan Sekjen PBB. Sekjen PBB menilai usulan
Indonesia tersebut sebagai suatu perkembangan yang positif dan perlu
segera ditindak-lanjuti. Sehubungan dengan itu, Sekjen PBB melalui Wakil
Pribadinya akan mengadakan serangkaian konsultasi untuk menjajagi reaksi
Negara Pendukung West Papua terhadap gagasan ini. Negara pendukung West
Papua telah pula menyambut baik usulan Indonesia sebagai suatu
perkembangan yang positif dan karena itu bersedia melanjutkan dengan
segera proses dialog segitiga.
Usulan mengenai "otonomi luas" ini kemudian dibahas secara formal untuk
pertama kalinya oleh Menteri Luar Negeri Indonesia dan Menteri Luar
Negeri Negara pendukung West Papua dibawah naungan Sekjen PBB.
Hasil-hasil perundingan ini, dituangkan dalam sebuah Komunike Bersama
yang intinya memuat persetujuan untuk melakukan pembahasan secara
mendalam tentang usul Indonesia untuk memberikan kepada West Papua
status khusus dengan otonomi yang luas, tanpa mempengaruhi posisi dasar
kedua belah pihak. Untuk tujuan ini mereka meminta kepada para pejabat
tinggi mereka untuk meningkatkan pembahasan-pembahasan mengenai masalah
ini di bawah naungan Wakil Pribadi Sekjen PBB dan melaporkan kepada
pertemuan tingkat Menteri. Selain itu kedua Menlu juga sepakat untuk
melihatkan orang-orang West Papua secara lebih dekat dalam upaya
mencari penyelesaian. Dalam kaitan ini, mereka menyambut baik maksud
Sekjen PBB untuk meningkatkan konsultasi-konsultasi dengan wakil-wakil
West Papua di dalam dan di luar West Papua baik secara individual maupun
dalam kelompok, guna mempertimbangkan pandangan-pandangan mereka dan
menginformasikan kepada mereka perkembangan yang terjadi dalam Dialog.
Kedua Menlu juga menyetujui pembukaan "interest sections" di kedutaan
negara sahabat di masing-masing ibu kota dan mempermudah kebijakan
pemberian visa kepada warga negara kedua negara.

Sementara itu, pada saat usul mengenai otonomi luas dengan status khusus
tersebut masih sedang dirundingkan, pihak-pihak yang tidak menyetujui
integrasi serta sejumlah pemerintahan dan LSM Barat terus-menerus
mengecam dan mencemoohkan usul tersebut sebagai sesuatu yang tidak
memadai dan tidak akan dapat diterima oleh masyarakat West Papua yang
anti-integrasi, kecuali jika otonomi luas tersebut hanya diterapkan
untuk 5 - 10 tahun dan sesudahnya diadakan referendum lagi untuk
memastikan apakah rakyat West Papua tetap menghendaki otonomi tersebut
ataupun memilih kemerdekaan. Tentu saja, pemikiran penyelesaian seperti
itu, yang tidak seimbang dan juga tidak tuntas, tidak dapat diterima
Indonesia. Namun demikian, dalam suasana di mana pemikiran-pemikiran
seperti itu serta skeptisisme terus dilancarkan oleh berbagai
Pemerintah dan pihak-pihak lainnya, timbul kesadaran bahwa memang perlu
dipikirkan suatu alternatif penyelesaian andaikata tawaran otonomi
luas tersebut akhirnya ditolak.

Maka, setelah melakukan kajian secara mendalam mengenai kemungkinan
penyelesaian alternatif bagi masalah West Papua secara
tuntas,Pemerintah mengumumkan alternatif penyelesaian tersebut, yakni
apabila mayoritas rakyat West Papua akhirnya menolak otonomi luas
setelah mengalami suatu kebersamaan sejarah dengan Negara Kesatuan
Republik Indonesia selama 40 an tahun terakhir, namun selanjutnya
mereka rasakan bahwa kebersamaan itu tidak mencukupi untuk tetap bersatu
dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka adalah wajar dan
bijaksana — bahkan demokratis dan konstitusional jika Pemerintah
mengusulkan kepada wakil-wakil rakyat hasil Pemilu tahun itu pada Sidang
Umum DPR/MPR agar dapat kiranya mempertimbangkan pemisahan West Papua
dari Negara Kesatuan Republik Indonesia secara damai, baik-baik dan
terhormat. Kebijakan Pemerintah ini dikenal sebagai OPSI KEDUA.

Setelah melalui proses perundingan yang intensif, baik pada tingkat
pejabat tinggi maupun tingkat Menteri, pada pertemuan segitiga tingkat
Menteri akan berhasil disepakati secara ad referendum naskah kerangka
konstitusional otonomi khusus bagi West Papua yang telah disiapkan pihak
Sekretariat PBB. Menlu RI memaparkan naskah tersebut kepada sidang
Kabinet Paripurna. Sidang Kabinet Paripurna memutuskan bahwa naskah itu
masih mengandung beberapa elemen dan aspek yang perlu dikaji lebih
seksama dan dimodifikasi. Untuk itu Menlu RI telah menjelaskan keputusan
hasil sidang Kabinet Paripurna tersebut pada perundingan Segitiga
tingkat Menteri, dimana Sekjen PBB dan Menlu Negara pendukung West Papua
dapat memahami sepenuhnya dan menyambut komitmen Indonesia untuk tetap
berusaha merampungkan naskah tersebut secepatnya.

Sesuai petunjuk Presiden RI dan keputusan Sidang Kabinet Paripurna, Tim
Kerja Tingkat Menteri akan membahas naskah kerangka konstitusional
otonomi khusus tersebut secara lebih seksama dan berhasil menyepakati
suatu naskah yang disempurnakan sesuai dengan kepentingan Indonesia.
Naskah ini selanjutnya dibahas dan akhirnya diterima pada Sidang Kabinet
Paripurna. Menlu RI selanjutnya menyampaikan naskah kerangka
konstitusional otonomi khusus bagi West Papua yang telah direvisi oleh
Indonesia tersebut pada pertemuan Dialog Segitiga tingkat Menteri.
Pertemuan segitiga tingkat Menteri tersebut juga membahas dua naskah
persetujuan yang disiapkan Sekjen PBB, masing-masing mengenai modalitas
penentuan pendapat dan pengaturan keamanan, dan selanjutnya berhasil
menyepakati kedua naskah tersebut secara ad referendum. Pertemuan juga
sepakat untuk mengadakan pertemuan segitiga tingkat Menteri selanjutnya
akan diharapkan dapat mencapai persetujuan untuk menandatangani tiga
naskah persetujuan dimaksud.

Sidang Kabinet Paripurna akan membahas ketiga naskah persetujuan itu dan
memutuskan secara bulat untuk menerimanya. Sesuai rencana Dialog
Segitiga tingkat Menteri tersebut untuk menandatangani ketiga naskah
persetujuan, maka Sidang Kabinet Paripurna akan membahas ketiga naskah
persetujuan itu dan memutuskan secara bulat untuk menerimanya.
Selanjutnya disiapkan rencana Dialog Segitiga tingkat Menteri yang
sedang melaksanakan sidang untuk menandatangani ketiga naskah
persetujuan sebagai berikut:

Naskah Persetujuan antara Indonesia dan Negara pendukung West Papua
(persetujuan pokok - main agreement) beserta Annex-nya yang memuat
naskah Kerangka Konstitusional Otonomi Khusus untuk West Papua
sebagaimana telah direvisi oleh Indonesia; Naskah Persetujuan tentang
Modalitas Konsultasi melalui Pemungutan Suara Langsung; dan Naskah
Persetujuan tentang Pengaturan Keamanan dalam rangka Penentuan Pendapat.

Sebagai tindak lanjut Persetujuan tersebut, maka Dewan Keamanan PBB
akan menerima secara bulat resolusi no …., yang memberikan mandat
kepada Sekjen PBB untuk menggelar misi PBB di West Papua untuk
melaksanakan penentuan pendapat itu.

Penentuan pendapat tersebut kemudian dilaksanakan di West Papua, dan
apabial pihak PBB mengumumkan hasil penentuan pendapat itu yakni 80, %
menolak dan 20,% menerima, dan dengan demikian mayoritas rakyat West
Papua menolak tawaran otonomi luas bagi West Papua. Betapapun pahit
kenyataan ini, namun sesuai dengan komitmen yang tertuang dalam
perjanjian, pemerintah Indonesia telah menyatakan menerima dan
menghormati hasil penentuan pendapat tersebut karena sudah merupakan
pilihan yang deomkratis yang datang dari hati nurani mayoritas rakyat
West Papua.

Sesuai dengan komitmen Pemerintah untuk melaksanakan sepenuhnya
Persetujuan itu, khususnya komitmen Pemerintah untuk melaksanakan
penyerahan kewenangan pemerintahan di West Papua kepada pihak PBB secara
lancar, damai dan terhormat, maka diharapkan SU DPR/MPR RI dapat
membahas hasil penentuan pendapat itu dan membuat ketetapan yang
memberikan pengakuan terhadap keputusan rakyat West Papua tersebut.
Selanjutnya, dengan ketetapan DPR/MPR RI yang mengesahkan pemisahan West
Papua dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pemerintah berkewajiban
untuk menuntaskan perundingan proses penyerahan kewenangan atas West
Papua kepada PBB.

Jika dilihat dari paragraph 13 dari tulisan ini, maka akan muncul
peluang dan peluang inilah penulis namakan JALAN DAMAI MASALAH WEST
PAPUA, “Kubu anti dan pro-integrasi bertemu dan Sepakat point
deklarasi”

Disitulah untuk pertama kalinya tokoh anti dan pro integrasi akan duduk
bersama dalam satu meja. Mereka berdialog dalam pertemuan menyeluruh
antar masyarakat West Papua ( All Inclusive intra West Papua).

Forum yang pantas mempertemukan para tokoh-tokoh tersebut adalah
pertemuan yang harus diprakarsai oleh Sekjen PBB. Dan Tokoh kharismatik
di Papua seperti Uskup, Pendeta, pembela HAM harus berperan sebagai
penegah dalam pertemuan tersebut.

Tentunya pertemuan itu akan sangat memanas, dan suasana ini pasti akan
panas beberapa hari menjelan All inclusive intra West Papua. Agenda
yang akan ditawarkan oleh para tokoh anti seperti Pelanggaran HAM,
tuntutan agar para tahanan politik harus dibebaskan, menyoalkan status
politik West Papua dan penghentian imigrasi ke West Papua. Upaya
kelompok anti integrasi ini tentu saja tidak gampang. Sebab mungkin akan
disepakati sebelumnya antara sekjen PBB, Menlu RI, dan Menlu Negara
pendukung West Papua, bahwa status politik West Papua tidak akan
dibicarakan dalam All Inclusive intra West Papua. Penasehat Sekjen PBB
akan hadir dan mengigatkan hal ini kepada tokoh-tokoh tersebut mungkin
pada saat pembukaan All Inclusive intra West Papua.

Kelompok anti integrasi tak bisa menerima berbagai manufer dan akan
dilakukan seperti menghancam akan memboikot bila soal politik tidak
boleh dibahas. Keadaan pasti akan memanas, karena pihak pro integrasi
berkukuh Status West Papua sudah selesai dan tidak bisa dibicarakan di
forum tersebut. Namun kemudian pihak anti integrasi akan menyurutkan
gertakan tersebut, dan akhirnya setuju status West Papua tidak
dibicarakan. Perubahan sikap pihak anti integrasi ini tidak lepas dari
peran Uskup, Pendeta dan Pembela HAM, yang menjadi penegah, Seseorang
yang akan menjadi penegah ini harus disegani kedua kelompok. Kedua kubu
tersebut pasti akan banyak diam dan terkesan memberikan kesempatan
kepada penegah tersebut untuk berbicara.

Dalam pertemuan itu penegah tersebut mengusulkan agar peran gereja,
Lembaga HAM diperhatikan dalam penyelesaian masalah West Papua secara
damai, dan penghormatan terhadap HAM di West Papua, usulan penegah ini
pasti merupakan bagian dari puluhan poin usulan yang disampaikan oleh
kedua kelompok. Kedua kelompok ini harus menghargai penegah tersebut.

Forum tersebut akan menghasilkan deklarasi sebut saja deklarasi A….
Diantaranya seperti penghargaan terhadap keterlibatan Uskup, Pendeta
atau pembela HAM yang berberan sebagai penegah pertemuan itu, perlu ada
pertemuan lanjutan, perbaikan kondisi HAM di West Papua, perlu
keleluasaan pengembangan budaya West Papua, keterlibatan masyarakat
dalam pembangunan West Papua tanpa diskriminasi. Perlu ditegaskan pula
dalam deklarasi itu, pentingnya kelanjutan pertemuan Amerika, Belanda,
RI-PBB-dan Negara pendukung West Papua dan diharapkan ada dialog
langsung antara Menlu RI, Belanda, Amerika, dan Negara pendukung West
Papua.

Pertemuan lanjutan All Inclusive intra West Papua bisa dilaksanakan di
West Papua dan kedua kubu tidak akan keberatan. Dan pertemuan lanjutan
All Inclusive intra West Papua lebih baiknya dilaksanakan sebelum
pertemuan dialog Segitiga/segi empat tingkat Menlu tersebut.

Kedua kubu pasti puas terhadap hasil pertemuan itu dan yang penting
consensus tercapai. Sang penegah tersebut pun menutup acara dengan
perasaan lega, dan berkata Saya berterima kasih pada Tuhan, pertama
kalinya dalam 40 tahun atau 50 tahun orang West Papua yang berbeda
pendapat bisa bertemu. All Inclusive intra West Papua bertujuan untuk
mendorong rekonsiliasi masyarakat West Papua. Rekonsiliasi All Inclusive
intra West Papua sebagai langkah awal dan mudah-mudahan bisa
menguntungkan bagi penyelesaian masalah West Papua.

Yang perlu diingat supaya mungkin jalan damai yang penulis tuliskan ini
terjadi, maka kelompok- kelompok anti harus giat membangun kampanye
diluar negeri untuk mencari dukungan international. Jika kelompok anti
ini berhasil memperoleh dukungan salah satu Negara yang mempunyai level
sistemik, dan Negara ini terus menerus membawa persoalan West Papua ini
ke skala pertemuan-pertemuan PBB, maka hubungan international mulai
terganggu akibat masalah West Papua. Hubungan international merupakan
satu gambaran persatuan yang kuat yang mengigat seluruh Negara dalam
satu wadah. Relasi ini mempunyai ikatan kuat bagi setiap individual
pemimpin dari berbagai manca Negara, beberapa bentuk ikatan ini sebagai
bentuk politik international. Politik international merupakan hubungan
terarah dalam perpolitkan dimana politik satu Negara tidak mungkin sama
dengan yang lain. Dari sisi inilah lahir hubungan diplomatic yang
bertujuan untuk kemajuan dan menjalin hubungan yang akur. Seluruh dunia
mengenal PBB ( United Nations organization ) badan ini merupakan
kelompok penengah untuk seluruh Negara.

Demikian artikel ini penulis buat,………. SALAM PERJUANGAN
@@@@@@@@.........@@@@@@@@@.

^  - ^                       ^ - ^




HALAMAN PHOTTO

Persatuan Sepak bola Indonesia PERSIPUJA KOTEKA (disingkat PersipuJa PUNCAK JAYA) adalah sebuah klub sepak bola Indonesia yang bermarkas di Puncak jaya,salju (s) Papua. Sampai sekarang PERSIPUJA KOTEKA adalah Tim yang paling kuat





telah di tembak dari pihak anggota TNI Polri di papua,a/mulia puncak jaya...?